As-Sunnah

As-Sunnah adalah perkataan nabi sholaoohu ‘alaihi wassallam, perbuatan dan persetujuannya.
Adapun perkataannya Rosululloh sholallohu ‘alaihi wassallam; Jika perkataan yang shorih maka ia marfu’ secara hakikat atau di dalamnya terdapat maknaal-qaul, seperti qoul (perkataan) sahabat : “Rosululloh sholallohu ‘alaihi wassallam telah memerintahkan demikian atau perkataan : Beliau melarang dari demikian. Ia merupakan hujjah yang memutuskan (tidak ada celah untuk menolaknya) bagi orangyang telah mendengarnya. Jika sunnah tersebut dikutifl kepada yang lain maka menurut pendapat jumhur bisa Mutawatir atau Ahad.

Mutawatir secara bahasa adalah yang saling susul menyusul; Adapun secara istilah adalah: Hadits yang dinukil oleh jama’ah yang banyak, yang secara kebiasaan mustahil terjadinya pemufakatan untuk dusta, dan mereka menyandarkannya pada sesuatu yang dapat diindra.

Hadits Mutawatir ini memberikan faidah ilmu, ia merupakan suatu ketetapan yang pasti bila (telah) sahih penisbatannya kepada orang yang telah dikutif tentangnya. Dan juga memberikan faidah beramal dengan sesuatu yang telah ditunjukannya dengan cara membenarkannya jika hadits tersebut merupakan khobar\berita dan dengan mempraktekannya jika hadits tersebut merupakan tuntutan (atas suatu perbuatan –pen).

Ahad secara bahasa : Jamak dari (Ahad) yang bermakna wahid (satu\tunggal). Adapun secara istilah adalah : Selain hadits mutawatir. Hadits-hadits ahad merupakan hujjah secara mutlak, baik di dalam masalah aqidah ataupun masalah ahkam. Karena hadits ahad itu berfaidah memberikan dzon yang rojih (kuat) bila telah sahih penisbatannya kepada Rosululloh SAW . Jika telah terpenuhi didalam hadits tersebut syarat-syarat (hadits) sahih atau yang dibawah syarat hadits sahih tersebut, dialah hadits yang hasan. Dan kadang hadits ahad ini memberikan faidah ilmu yang pasti jika dengannya ada tanda-tanda atau umat telah menerimanya. Hal yang demikian secara khusus diketahui oleh ahli hadits dan selain mereka mengikuti mereka (ahli hadits).

Adapun perbuatan-perbuatan Rosululloh SAW maka pada asalnya adalah mencontoh dengannya. Tidaklah boleh menghukumi suatu perbuatan bahwa ia merupalan khususiyah kecuali dengan dalil. Kemudian sesuatu yang telah dilakukannya sebagai bentuk ibadah maka yang benar hukumnya adalahistihbab. Suatu perbuatan yang merupakan penjelasan bagi yangmujmal maka ia merupakan pensyari’atan bagi umatnya; ada yang wajib dan ada pula yang mandzub/sunnah.
Dan suatu perbuatan yang dilakukan Beliau sholallohu ‘alaihi wassallam, yang iamerupakan tuntutan adat\kebiasaan maka tidak ada hukum baginya di dalam dzatperbuatan tersebut; Dan bukan bagian dari tasyri’, kecuali jika baginya sifat yangdituntut.

Adapun suatu perbuatan yang tidak nampak sisi taqorubnya maka ada kemungkinan
sebagai adat\kebiasaan atau sebagai ibadah. Paling rendah keadaannya adalah ibahah.

Kebalikan perbuatan-perbuatan adalahat-turuk (meninggalkan), ia ada tiga jenis:
1.Meninggalkan perbuatan karena tidak adanya tuntutan untuk melakukan perbuatan tersebut, maka meninggalkannya tidak menjadi sunnah.
2.Meninggalkan suatu perbuatan bersama adanya tuntutan untuk melakukan perbuatan tersebut, (tidak-lah dilakukan karena –pen) adanya sebab yang menghalanginya. Maka meninggalkan perbuatan tersebut tidaklah menjadi sunnah, kecuali jika telah hilang penghalangnya maka mengerjakan sesuatu yang beliau meninggalkannya itu disyari’atkan, tidak menyelisihi sunnahnya Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam.
3.Meninggalkan suatu perbuatan bersama adanya tuntutan untuk melakukanperbuatan tersebut dan tidak ada yang menghalanginya, meninggalkannyamerupakan sunnah.

Jenis sunnah ini merupakan ushul yang agung dan kaidah yang mulia, dengannya dijaga hukum-hukum syar’i, dan dengannya ditutup pintuibt ida’ di dalam agama.
Jika perkataan Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam bertentangan dengan perbuatannya : (Kemungkinan pertama –pen) perbuatan tersebut merupakan pengkhususan bagi perkataan, (kemungkinan kedua –pen) atau dibawa sebagai penjelasan tentang
kebolehannya, (kemungkinan ketiga –pen) atau sebagainasikh begi perkataannya, atau
yang selainnya; Dari sesuatu yang akan sempurna pengetahuannya dengan meneliti
‘tempat-tempat’ pertentangannya, (dan) dengan melihat pada dalil-dalil dan qorinah-
qorinah, (yang) diambil faidah darinya di dalam penentuan\pembatasan yang dimaksud.

Adapun Taqrir Rosululloh sholallohu ‘alaihi wa sallam adalah tidak mengingari suatu perkataan atau perbuatan; Atau meridlohinya, atau bergembiranya dengannya atau menyatakan baik terhadapnya. Ia merupakan dalil atas bolehnya (seseuatu tersebut) sesuai dengan sisi\bentuk yang beliau telah mengikrarkannya. Disyaratkan dari hal itu, hendaknya beliau mengetahui terjadinya perbuatan atau perkataan tersebut, seperti terjadi di hadapannya atau terjadi tidak dihadapannya, kemudian sampai kepadanya atau yang seperti itu. Andaikan beliau tidak tahu maka ia pun hujjah, karenai k ror Alloh atasnya.

Kedudukan As-Sunnah ada pada tingkatan kedua setelah al-Qur’an. Adapun di dalam ihtijaj/berdalil dan kewajiban itiba’/mengikuti maka keduanya sama. As-sunnah seperti Al-Qur’an, kadang-kadang penunjukannya atas suatu hukum itu dengan qot’i atau dengan dzonni.

Hukum-hukum yang ditetapkan di dalam As-Sunnah ada tiga jenis:
1.Hukum yang berkesesuaian dengan hukum-hukum yang terdapat di dalam Al-Qur’an; sebagaimu’akid ‘penguat’ baginya (Al Qur’an).
2.Hukum yang menjelaskan hukum-hukum yang terdapat di dalam Al-Qur’an; Bisa didalam menjelaskan yang mujmal, atau mengkhususkan yang umum atau membatasi yang gelobal.
3.Hukum yang permulaan, al-Qur’an mendiamkannya. Datanglah as-Sunnah dengan hukum tersebut.

0 comments:

Post a Comment