Al-Istishab

Al-Istishab
Secara bahasa\etimologi : Meminta teman dan kelangsungannya.
Secara istilah\terminologi : Membiarkan suatu penetapan selama hal tersebut tetap atau membiarkan penafian sesuatu selama hal tersebut dinafikan.

Ia memiliki tiga bentuk, seluruhnya hujjah :
1.Istishab baroatul ashliyah (tetapnya hukum asal) sehingga ada sesuatu yang memindahkan dari hukum asalnya. Inilah yang dimaksud dengan isthishab tatkala dimutlakan.
2.Istishab dalil syar’i sehingga datang yang memalingkannya.
3.Istishab sifat yang menetapkan hukum syar’i sehingga adanya yang
menyelisihinya.

Isthishab dengan ketiga macamnya tidaklah menetapkan suatu hukum yang baru. Ia
hanya menunjukkan keberlangsungan hukum terdahulu, yang tetap dengan dalil yang
dianggap/dipercaya. Oleh karenanya, ia bukanlah dalil yang berdiri sendiri yang diambil faidah hukum. Tapi ia merupakan salah satu cara melaksanakan\menjalankan dalil. Tidaklah berpaling padanya kecuali tatkala tidak adanya dalil khusus di dalam masalah tersebut. Ia merupakan langkah terakhir dalam sandaran fatwa, jika seorang mujtahid telah mencurahkan kemampuan di dalam pembahasannya pada dalil-dalil namun tidak mendapatkannya; maka dia kembali padaisthishab. Adapunisthishab dijadikan sebagi suatu hukum ijma di dalam menyelesaikan masalah maka bukanlah hujjah menurut
pendapat yang terpilih.

Di dalam isthishab ini terdapat beberapa kaidah fiqhiyah, diantaranya :
1.Keyakinan tidaklah hilang dengan keragu-raguan.
2.Asal segala sesuatu adalah boleh kecuali jika ada dalil yang menunjukkan keharamannya.
3.Asal segala sesutau suci kecuali jika ada dalil yang menunjukkan tentang najisnya.
4.Asal di dalam ‘adah (kebiasaan) adalah boleh kecuali jika ada larangannya dari
syar’i.
5.Asalnya lepas tanggung jawab sehingga adanya dalil yang menyelisihinya.
6.Asal dari sesuatu yang menjadi tanggung jawab\kewajibannya adalah tetap adanya kewajiban tersebut sampai adanya keyakinan bahwa ia telah terlaksana.

0 comments:

Post a Comment